PERAN APIP DALAM MENDUKUNG OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN
Diposting oleh
DioNxRnR
Label:
Pengetahuan
di
20.35
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR
PENGESAHAN KARYA TULIS ............................................... ii
KATA
PENGHANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR
ISI................................................................................................... iv
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang............................................................................. 1
B. Maksud
dan Tujuan .................................................................... 3
C. Rumusan
Masalah ...................................................................... 4
BAB
II. PENGAWASAN
A. Pengertian
APIP........................................................................... 5
B. Maksud
dan Tujuan Pengawasan ............................................... 7
C. Alternatif
Pemecahan Masalah ................................................... 10
BAB
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
................................................................................ 13
B. Saran ......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Salah satu fungsi manajemen yang harus berkontribusi
dan memberikan masukan dalam mewujudkan tujuan dan sasaran tata kelola
pemerintahan yang baik adalah Pengawasan Internal Pemerintah. Peran pengawas
internal sangat strategis karena harus mampu menjamin bahwa kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan.
Bahkan, seiring dengan tuntutan perkembangan,
pengawasan internal mengalami pergeseran paradigma yang berimplikasi pada
meningkatnya peran pengawasan internal.
Pergeseran paradigma tersebut meliputi:
a.
Peran : dari watchdog
menjadi konsultan dan katalis;
b.
Fokus pengawasan pada: dari pengeluaran dan
pertangungjawaban biaya menjadi proses perbaikan, inovasi an efisiensi;
c.
Pendekatan : dari detektif (mendeteksi masalah)
menjadi preventif (mencegah masalah);
d.
Sikap : dari bertindak seperti
polisi menjadi sebagai mitra;
e.
Ketaatan : terhadap semua kebjakan
bergeser menjadi hanya pada kebijakan yang relevan;
f.
Fokus : kelemahan/penyimpangan menjadi penyelesaian
konstruktif;
g.
Komunikasi dengan manajemen : dari terbatas menjadi
reguler;
h.
Jenis audit : Financal/compliance audit menjadi
Finanial, compliance, operational audit;
i.
Jenjang karir : dari sempit (hanya auditor) menjadi
berkembang luas (dapat berkarir di bagian/fungsi lain).
Mencermati pergeseran paradigma tersebut, jika
dihadapkan dengan pemerikasaan eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang
mengeluarkan pendapat/opini, maka pengawas internal pemerintah mengemban tugas
dan tanggung jawab yang sangat berat.
Dalam hal pengawasan, ada beberapa
kriteria dalam pemberian suatu
opini yaitu:
1. Efektifitas sistem pengendalian internal.
2. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi
Pemerintah;
3. Kecukupan pengungkapan (disclousure);
4. Kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan;
Seperti kita ketahui, opini BPK atas pemeriksaan
terhadap laporan Keuangan Pemerintah Daerah terdiri dari 4 pendapat (opini)
yaitu:
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian;
2. Opini Wajar Dengan Pengecualian,;
3. Opini Tidak Wajar; dan
4. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat/Disclaimer.
Oleh karena itu, maka pemilihan topik penulisan
makalah ini dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa kondisi faktual tidak selalu
selaras dengan amanat regulasi, kesenjangan antara harapan dengan
kenyataan, yang secara spesifik, dapat
diuraian sebagai berikut:
1.
Pergeseran paradigma pengawas internal belum sepenuhnya dapat atau mampu
dilaksanaan;
2.
Pelibatan APIP dalam seluruh proses manajemen
pemerintahan di daerah;
3.
Sinergitas antara APIP dengan seluruh SKPD dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan;
4.
Ketersediaan sumberdaya pengawasan.
Hal inilah yang melatar belakangi penulis memilih
judul “Peran APIP dalam mendukung Opini “Wajar Tanpa Pengecualian”
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
kewajiban membuat karya ilmiah untuk kejenjang Auditor Madya
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran yang memadai kepada para pihak terkait, tentang arti penting, peran,
dan hambatan pengawasan internal dalam mendukung pencapaian opini ”Wajar Tanpa
Pengecualian” Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
pada latar belakang tersebut di atas, maka masalah yang terjadi dapat
dirumuskan antara lain sebagai berikut:
1.
Pergeseran paradigma yang berimplikasi pada peran,
fokus pegawasan, pendekatan, ketaatan, komunikasi, dan jenis audit pengawas
internal yang semakin besar, masih belum seluruhnya mampu disikapi oleh APIP
Inspektorat Daerah mengingat kurangnya sumberdaya dan sarana prasarana
pengawasan, serta masih kurangnya komitmen untuk merubah kebiasaan (paradigma)
lama. Hal ini kerap kali menjadi kendala APIP dalam menjalankan fungsinya
sebagai konsultan dan katalisator bagi organisasi dalam rangka mewujudkan
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan;
2.
Belum adanya suatu media sebagai upaya Sinergitas
antara APIP dengan seluruh SKPD dalam rangka tindakan preventif terhadap
kemungkinan terjadinya penyimpangan oleh SKPD dalam pengelolaan keuangan daerah
dimulai sejak penyusunan perencanaan penganggaran.
BAB
II
PENGAWASAN
A.
PENGERTIAN
APIP
Sebagai
Aparat “Pengawasan Internal” Pemerintah ( APIP ), “Inspektorat Daerah”
memiliki”peran” dan posisi yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek fungsi-fungsi
manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program
pemerintah. Dari segi fungsi-fungsi dasar manajemen, ia mempunyai kedudukan
yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari
segi pencapaian visi, misi dan program-program pemerintah,”Inspektorat Daerah”
menjadi pilar yang bertugas sebagai “pengawas” sekaligus pengawal dalam
pelaksanaan program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD).
Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 47 tahun 2011 tentang Kebijakan “Pengawasan” di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Penyelenggaraan Pemerintahan “Daerah”
tahun 2012 pada Point Penajaman “Pengawasan” angka 4 menetapkan perumusan
“peran” dari “Inspektorat Daerah” Kabupaten/Kota yaitu melakukan;
a. “Pengawasan” terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di “daerah” kabupaten/kota (urusan wajib dan urusan pilihan) dengan menyusun dan menetapkan kebijakan “pengawasan” di lingkungan Penyelenggaraan pemerintahan “daerah” kabupaten/kota.
a. “Pengawasan” terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di “daerah” kabupaten/kota (urusan wajib dan urusan pilihan) dengan menyusun dan menetapkan kebijakan “pengawasan” di lingkungan Penyelenggaraan pemerintahan “daerah” kabupaten/kota.
b. “Pengawasan” pelaksanaan urusan pemerintahan desa dengan ruang lingkup:
a)
“Pengawasan” pada Pemerintah
Desa;
b)
“Pengawasan” pelaksanaan
tugas pembantuan di Kabupaten/Kota; dan
c)
Pemeriksaan khusus terkait
dengan adanya pengaduan.
Pembinaan di lingkungan Penyelenggaraan pemerintahan “daerah”
Kabupaten/Kota dan Desa, dengan ruang lingkup:
1) Pendampingan/asistensi meliputi:
a)
Asistensi dalam penyusunan
neraca aset pada unit kerja di lingkungan Penyelenggaraan pemerintahan”daerah” Kabupaten/Kota
dan Desa; dan
b)
Asistensi penerapan SPIP di
lingkungan Penyelenggaraan Pemerintahan “Daerah”Kabupaten/Kota.
2) Koordinasi dan sinergitas
terhadap:
a)
Pelaksanaan Rakorwasnas dan
Rakorwasda;
b)
Penyusunan Program Kerja
“Pengawasan” Tahunan (PKPT) berdasarkan risk based audit plan; dan
c)
Pemantauan Tindak Lanjut
Hasil “Pengawasan”.
“Pengawasan” pada hakekatnya merupakan fungsi yang
melekat pada seorang leader atau top manajemen dalam setiap organisasi, sejalan
dengan fungs-fungsii dasar manajemen lainnya yaitu perencanaan dan pelaksanaan.
Demikian halnya dalam organisasi pemerintah, fungsi “pengawasan”merupakan tugas
dan tanggung jawab seorang kepala pemerintahan, seperti di lingkup pemerintah
provinsi merupakan tugas dan tanggung jawab Gubernur sedangkan di pemerintah
kabupaten dan kota merupakan tugas dan tanggung jawab Bupati dan Walikota.
Namun karena katerbatasan kemampuan seseorang, mengikuti prinsip-prinsip
organisasi, maka tugas dan tanggung jawab pimpinan tersebut diserahkan kepada
pembantunya yang mengikuti alur distribution of power sebagaimana yang
diajarkan dalam teori-teori organisasi modern.
B. MAKSUD DAN TUJUAN PENGAWASAN
Maksud “pengawasan” itu dalam rumusan yang sederhana
adalah untuk memahami dan menemukan apa yang salah demi perbaikan di masa
mendatang. Hal itu sebetulnya sudah disadari oleh semua pihak baik yang mengawasi
maupun pihak yang diawasi termasuk masyarakat awam.
Sedangkan tujuan “pengawasan” itu adalah untuk
meningkatkan pendayagunaan aparatur negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang baik dan
bersih (good and clean government), Seiring dengan semakin kuatnya tuntutan
dorongan arus reformasi ditambah lagi dengan semakin kritisnya masyarakat
dewasa ini, maka rumusan”pengawasan” yang sederhana itu tidaklah cukup dan
masyarakat mengharapkan lebih dari sekedar memperbaiki atau mengoreksi
kesalahan untuk perbaikan di masa datang, melainkan terhadap kesalahan,
kekeliruan apalagi penyelewengan yang telah terjadi tidak hanya sekedar
dikoreksi dan diperbaiki akan tetapi harus diminta pertanggungjawaban kepada
yang bersalah. Kesalahan harus ditebus dengan sanksi/hukuman, dan bila
memenuhi unsur tindak pidana harus diproses oleh aparat penegak hukum, sehingga
membuat efek jera bagi pelaku dan orang lain berpikir seribu kali untuk
melakukan hal yang sama, sehingga praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Hal seperti itulah yang menjadi
cita-cita dan semangat bangsa Indonesia yang tercermin dalam Undang-undang
Nomor 28 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Salah satu tuntutan masyarakat untuk menciptakan good
governance dalam penyelenggaraan pemerintahan “daerah” adalah kiprah institusi
“pengawas daerah”. Sehingga masyarakat bertanya dimana dan kemana lembaga itu,
sementara korupsi merajalela. Masyarakat sudah gerah melihat perilaku birokrasi
korup, yang semakin hari bukannya kian berkurang tetapi semakin unjuk gigi
dengan perbuatannya itu. Bahkan masyarakat memberi label perbuatan korupsi itu
sebagai kejahatan yang “luar biasa“, dan biadab, karena diyakini hal itu akan
menyengsarakan generasi di belakang hari. Sampai-sampai masyarakat berfikir
untuk membubarkan institusi “pengawas daerah” tersebut karena dinilai tidak ada
gunanya, bahkan ikut menyengsarakan rakyat dengan menggunakan uang rakyat dalam
jumlah yang relatif tidak sedikit.
Secara naluri kegerahan masyarakat itu sebetulnya
dapat dipahami, namun berbicara tentang”pengawasan” sebenarnya bukanlah
tanggung jawab institusi “pengawas” semata melainkan tanggung jawab semua
aparatur pemerintah dan masyarakat pada semua elemen. Karena sebetulnya
institusi “pengawas” seperti “Inspektorat Daerah”, bukannya berdiam diri, tidak
berbuat, tidak inovatif, adem dan sebagainya. Tetapi jauh dari anggapan
itu, insan-insan “pengawas” di “daerah”telah bertindak sejalan dengan apa yang
dipikirkan masyarakat itu sendiri. Langkah pro aktif menuju”pengawasan” yang
efektif dan efisien dalam memenuhi tuntutan itu telah dilakukan seperti
melakukan reorganisasi, perbaikan sistem, pembuatan pedoman dan sebagainya,
namun kondisinya sedang berproses dan hasilnya belum signifikan dan terwujud
seperti yang diinginkan oleh masyarakat tersebut. Guna mewujudkan keinginan
tersebut diperlukan langkah-langkah pragmatis yang lebih realistis dan
sistematis dalam penempatan sumberdaya manusia pada lembaga “pengawas daerah”,
mulai dari pimpinannya sampai kepada staf/pejabat yang membantu dan memberikan
dukungan untuk kesuksesan seorang pimpinan lembaga “pengawas” tersebut. Seorang
pimpinan organisasi akan memberikan pewarnaan terhadap organisasi tersebut, dan
ia akan berfungsi sebagai katalisator dalam organisasinya, sehingga untuk itu
ia harus punya integritas, moralitas dan kapabilitas serta kompetensi yang
tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga dengan demikian,
tugas”pengawasan” yang dilaksanakan merupakan bagian dari solusi, dan bukan
bagian dari masalah.
“Inspektorat Daerah” sebagai Aparat”Pengawasan
Internal” Pemerintah berperan sebagai Quality Assurance yaitu menjamin bahwa suatu
kegiatan dapat berjalan secara efisien, efektif dan sesuai dengan aturannya
dalam mencapai tujuan organisasi. Titik berat pelaksanaan tugas”pengawasan”nya
adalah melakukan tindakan preventif yaitu mencegah terjadinya kesalahan
kesalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan oleh Satuan Kerja Pemerintah
“Daerah” (SKPD) serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah terjadi untuk
dijadikan pelajaran agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang di masa
yang akan datang.
C.
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Berbagai regulasi pengawasan yang telah diterbitkan
oleh Pemerintah memberikan peluang besar pada fungsi pengawasan internal oleh
APIP dalam menunjang efektivitas dan efisiensi serta ketaatan terhadap
peraturan dalam pengelolaan keuangan daerah. Namun demikian, kewenangan yang
luas tersebut belum mampu seluruhnya disikapi atau ditindaklanjuti oleh APIP di
daerah. Beberapa hambatan sering terjadi antara lain berupa kesulitas merubah
kebiasaan lama dalam sikap prilaku, sistem kinerja institusi, atau bahkan komitmen
pimpinan dan aparaparatur pengawasan.
Pada praktiknya, auditor atau pengawas di Inspektorat
kabupaten/kota dalam melakukan pengawasan masih cenderung berkutat pada upaya
menemukan kesalahan (temuan), masih fokus pada pengeluaran dan pertangungjawaban
biaya, belum mengutamakan pada proses perbaikan, inovasi dan efisiensi, masih
berperan sebagai detektif bukannya sebagai mitra, fokus pegawasan masih pada
kelemahan atau penyimpangan bukan pada upaya konstruktif, serta masalah lainnya
seperti pendekatan pengawasan, komunikasi, jenis audit, pendekatan, komunikasi,
dan jenjang karir.
Disamping itu, belum adanya suatu forum koordinasi
pengawasan yang digendakan secara rutin berpeluang memicu terjadinya
penyimpanagan atau kesalahan baik dalam perencanaan penganggaran, pelaksanaan,
bahkan pertanggungjawaban dan pelaporan pengelolaan keuangan daerah oleh SKPD.
Terhadap permasalahan tersebut, alternatif pemecahan
masalah yang dapat dilakukan APIP yaitu:
A. Upaya mengatasi masalah pergeseran
paradigma pengawasan dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut:
- Membangun dan meningkatkan komitmen bersama untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif, terukur, sistematis, dan berkesinambungan;
- Meningkatkan kompetensi pengawas melalui bimbingan teknis, diklat dan pelatihan SDM pengawasan;
- Mengusulkan peningkatan sarana prasarana pendukung kegiatan pengawasan, seperti rekrutmen auditor, alokasi anggaran, penyediaan alat uji laborat, dan sarana operasional lainnya;
- Melakukan Audit Berpeduli Risiko (ABR) yang diawali dengan penyusunan Peta Audit sebagai output dari analisis resiko setiap SKPD dengan berbagai indikator penilaian;
- Melakukan pembinaan dan pengawasan (Binwas) kepada seluruh SKPD;
- Mendorong berfungsi efektifnya Satgas Sistem Pengendalian internal Pemerintah (SPIP) di setiap SKPD;
B. Untuk memecahkan masalah kurangnya
sinergitas antara SKPD dengan APIP, dapat dilakukan melalui upaya antara lain:
- Meningkatkan koordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan perencanaan penganggaran;
- Meningkatkan peran APIP dalam penyusunan Rancangan APBD;
- Megusulkan kepada pimpinan (bupati) untuk dilakukannya reviu terhadap RKA-SKPD, sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan dapat terdeteksi sejak dini;
- Meningkatkan peran APIP dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban APBD;
- Melaksanakan reviu paralel atas laporan Keuangan Pemerintah Daerah;
- Meningkatkan koordinasi dengan BPKP, Inspektorat Propinsi, dan BPK-RI d;lam kerangka menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan dan pengawasan;
- Mengembangkan pola kemitraan dengan Bagian Hukum dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan tujuan mengantisipasi terjadinya kesalahan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah;
- Mengagendakan forum pengawasan rutin pada setiap jenjang proses manajemen, yaitu pada saat perencanaan penganggaran, pelaksanaan kegiatan, monitoring dan evaluasi kegiatan, serta pertanggungjawaban dan pelaporan;
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dengan mengacu pada uraian tersebut, maka dapat kami
simpulkan bahwa peran APIP agar mampu menunjang upaya memperoleh Opini ”Wajar
Tanpa Pengeualian” harus dilibatkan dalam seluruh rangkaian proses bisnis,
mulai dari perencanaan penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban dan pelaporan.
Sehingga, pada saat dilakukan reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
tidak lagi ditemukan kesalahan penganggaran (misalnya belanja modal dianggarkan
pada belanja barang jasa atau sebaliknya), tidak ditemukan penyajian yang tidak
sesuai dengan kondisi sebenarnya (misalnya Konstruksi Dalam Proses), dan tidak
ditemukan penerimaan yang tidak tercatat
pada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD), serta tidak ditemukannya penyajian persediaan yang kurang
wajar (utamanya pada BLUD);
Selain itu, untuk mendukung opini WTP, pengawasan oleh
Inspektorat harusnya dapat dilakukan untuk kegiatan tahun berjalan, bukan hanya
pos audit atau pemeriksaan terhadap kegiatan tahun sebelumnya. Dengan demikian,
upaya pencegahan terjadinya penyimpangan dapat dilakukan secara maksimal.
Namun, mengingat kenyataan bahwa penyerapan atau realisasi anggaran cenderung
menumpuk di akhir tahun, maka upaya tersebut belum bisa dilaksanakan secara
maksimal.
B. SARAN
Oleh karena itu, saran yang dapat kami
sampaikan yaitu pelibatan APIP dalam semua rangkaian proses bisnis, dimulai
dari perencanaan penganggaran, pelaksanaan, pertanggungjawaban dan pelaporan
pengelolaan keuangan daerah hendaknya lebih ditingkatkan pada masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 47 tahun 2011 tentang Kebijakan “Pengawasan” di Lingkungan Kementerian
Dalam Negeri.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor
60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Anda sedang membaca artikel tentang PERAN APIP DALAM MENDUKUNG OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN dan anda bisa menemukan artikel ini dengan url https://catatantidur.blogspot.com/2018/12/peran-apip-dalam-mendukung-opini-wajar.html. Jika anda ingin menyebarluaskan artikel ini mohon cantumkan link sumbernya! Terima kasih.
Posting Komentar